(doc. pribadi/pic. by Admin) |
Surabaya, CocoNotes - Pertanyaan kritis bisa jadi dilontarkan oleh masyarakat akibat
kegeregetannya terhadap praktik korupsi, ketika melihat adanya penjatuhan hukuman mati bagi koruptor di beberapa negara, sementara di Indonesia cenderung terjadi pemaafan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan koruptor.
"Jika beberapa negara di Asia seperti China, Thailand, Vietnam, dan Singapura menerapkan hukuman mati bagi koruptor, lantas mengapa di Indonesia belum?".
Mengapa demikian?
Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun, ramah, dan memiliki tingkat toleransi yang tinggi.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa negara Indonesia terkenal sebagai negara
yang ramah dan murah senyum. Itu pula alasan yang sering disampaikan
oleh para turis mancanegara mengapa mereka senang berkunjung ke
Indonesia. Selain terpesona akan keindahan panorama Indonesia, mereka
juga terkesan dengan keramahan penduduk Indonesia. Bahkan tak jarang
sampai jatuh hati dengan para gadis Indonesia yang kemudian dilanjutkan
dengan pernikahan.
Indonesia juga merupakan negara yang memiliki rasa toleransi yang
tinggi, sehingga lebih mudah memberikan toleransi atas perbedaan
perilaku, sikap, dan lain-lain. Termasuk toleransi terhadap penyimpangan
yang dilakukan pelaku pidana dengan asumsi pelaku memiliki hak untuk
berubah dan memperbaiki diri.
Tapi Indonesia adalah Negara Hukum Bukan?
Memang, Indonesia adalah negara hukum, sehingga hukum harus ditegakkan
dengan tegas. Jadi, jika Indonesia telah menetapkan peraturan
perundang-undangan bahwa koruptor harus dihukum mati, pasti hukum itu
akan ditegakkan.
Tetapi dalam teori pemidanaan pun, ada tiga jenis pemidanaan yang bisa diterapkan. Retributif, distributif, dan restoratif.
Jika dalam teori retributif, hukuman atau sanksi diberikan sebagai
pembalasan atas tindak pidana yang dilakukan. Dalam teori distributif,
sanksi diberikan kepada pelaku tindak pidana dan diiringi dengan adanya
rehabilitasi bagi pelaku. Dengan adanya rehabilitasi maka diharapkan ada
proses penyadaran bagi pelaku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Selanjutnya, dalam restoratif, sanksi diberikan kepada pelaku dengan
mempertimbangkan hak-hak pelaku sebagai warga negara. Di mana dalam
restoratif, korban dan masyarakat turut terlibat dalam proses pemberian
sanksi, sehingga diharapkan semua pihak, baik pelaku, korban yang notabene adalah masyarakat dan negara, bisa terpenuhi hak-haknya.
Melihat adanya rasa jengkel di masyarakat terhadap perilaku koruptor
maka implementasi restoratif terhadap pidana korupsi rasanya belum bisa
diterapkan di Indonesia. Pilihan tengah yang terpilih adalah
rehabilitasi selama masa pemberian hukuman
No comments:
Post a Comment