Image: worldlymind.org
|
Meminjam penjelasan Profesor Doktor Salim Said, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang, Guru Besar Luar Biasa Universitas Pertahanan, Guru Besar Luar Biasa Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, dan Direktur Institut Peradaban, maka secara filosofis, demokrasi itu sendiri merupakan ekspresi kehidupan yang berperadaban tinggi. Artinya, demokrasi adalah wacana bagi masyarakat yang beradab.
Di Indonesia sendiri, demokrasi yang dianut adalah demokrasi Pancasila, yang di dalamnya tentu sangat mengedepankan peradaban. Bukankah di dalam sila ke dua Pancasila berbunyi 'Kemanusiaan yang adil dan beradab'. Nah, artinya, demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi peradaban, kemanusiaan, keadilan, persatuan, permusyawaratan, perwakilan, dan tentu saja ketuhanan.
Dengan demikian, jika sampai terjadi ada ketidakberadaban, ketidakmanusiawian, ketidakadilan, ketidakbersatuan, tidak adanya permusyawaratan, tidak dihargainya perwakilan, dan tidak adanya pengagungan dan pengakuan akan kebesaran dan keesaan Tuhan, maka demokrasi yang dipraktikkan dan didengung-dengungkan akan terasa pincang. Karena sebagaimana makna filosofis dari demokrasi tadi, bahwa demokrasi adalah ekspresi kehidupan yang berperadaban. Artinya, ada korelasi positif dan asumsi linier antara peradaban dan demokrasi.
Wacananya sekarang adalah bahwa, sebagai negara yang telah menganut demokrasi sejak zaman dahulu, dan bahkan sangat gencar dengungannya di era reformasi, APATAH sudah sedemikian demokratis negara ini? Apakah telah benar-benar dipraktikkan bahwa pemerintahan adalah untuk kepentingan rakyat? Untuk menyuarakan suara rakyat, tanpa rakyat harus berbisik-bisik, kasak kusuk, rasan-rasan, dan bahkan bentrok-bentrokan, serta demo-demoan sehingga menghasilkan kerusakan dan perusakan? ketidaknyamanan? ketakutan???!!!
Apakah kerusuhan, demo, perusakan, kekerasan, intimidasi, dan segala bentuk tindak perilaku yang membuat rakyat terganggu merupakan pentuk dari demokrasi? wujud kehidupan yang berperadaban tinggi? Mungkin masih perlu banyak perenungan mendalam terkait dengan betapa liniernya demokrasi dan peradaban, serta betapa terbolak-baliknya kehidupan nyata yang terlihat di negara kita, bahwa demokrasi yang diselimuti kapitalisasi membuahkan 'tindak jahiliyah' secara terang-terangan, artinya tidak ada rasa malu dari pelaku. Yang artinya pula, tindak jahiliyah mencerminkan ketidakberadaban.
Dan akhirnya,........ diakui atau tidak, demokrasi di negara kita masih merupakan proses dan masih harus disadarkan dari mimpi agar kita sadar, mimpi itu belum terealisasi, karena penghuni bangsa masih terlelap dan terbuai dengan indahnya mimpi. Banyaknya praktik korupsi adalah simbol rendahnya peradaban, praktik kolusi dan money politic, budaya suap, fit and proper test yang tidak mengedepankan moral kandidat, juga merupakan wujud rendahnya peradaban.
Sekali lagi, meminjam penjelasan Profesor Doktor Salim Said, bahwa ketika peradaban masih rendah, dan dipaksa menerapkan demokrasi, maka hasilnya akan amburadul. Sebagai contoh, banyaknya politikus saat ini yang banyak lahir secara instan, tanpa dilahirkan melalui proses pembelajaran, maka tidak akan bisa menjadi politikus yang handal.
Karena itu, monggo, bangun dari mimpi, bangun peradaban tinggi, dan kuatkukuhkan payung demokrasi.
mantap nih tulisannya ya begitulah demokrasi... enakan jadi rakyat biasa aja deh...
ReplyDeletehehehee.... tp rakyat juga harus aktif dan korektif ...
ReplyDelete