Surabaya, CocoNotes - Karyawan menuntut kenaikan gaji merupakan masalah biasa yang dihadapi pengusaha (wirausaha), karena pilihan menjadi karyawan telah dipilih mereka untuk mendapatkan upah atau gaji yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarga mereka. Ketika upah yang diberikan oleh pengusaha tidak bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, sehingga tidak mampu meningkatkan kesejahteraan karyawan, maka mereka memiliki hak untuk menuntut kenaikan upah sesuai dengan standar yang berlaku.
Hal ini tentu berbeda dengan pengusaha, yang merekrut karyawan agar bisa bersama-sama menaikkan produktivitas kerja bisnis, sehingga hasilnya bisa dinikmati bersama-sama secara proporsional. Maksud dari proporsional di sini adalah seimbang berdasarkan kontribusi fisik maupun psikologis, karena ternyata tidak semua orang (bisa bertahan) menjadi wirausaha (enterpreneur).
Ketika karyawan tersebut menuntut kenaikan gaji atau upah dengan cara sendiri-sendiri, maka biasanya tuntutan tersebut tidak segera bisa terealisasikan, karena pengusaha akan mempertimbangkan banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan upah tersebut, seperti upah atau gaji karyawan lain yang lebih senior atau karyawan lain yang memiliki tingkat kinerja yang lebih baik. Selain itu, juga mempertimbangkan dampak terhadap besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Karena itu, buruh pun melakukan aksi mogok berjamaah dengan asumsi mogok berjamaah lebih mudah terlihat dan lebih cepat mendapatkan tanggapan.Terlebih jika mogoknya langsung diarahkan ke pihak pemerintah, maka pemerintah akan segera membubuhkan tanda tangan persetujuan kenaikan upah agar aksi mogok yang dilakukan oleh para buruh segera bisa dihentikan.
Jika tanda tangan sudah dibubuhkan dan penetapan kenaikan upah sudah diluncurkan, maka mau tidak mau pengusaha harus mematuhi kebijakan pemerintah tersebut. Pengusaha akan mulai menghitung dan mengestimasi besaran pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk pos gaji dan upah karyawan. Karena semua karyawan di setiap level pasti juga akan mengalami kenaikan kompensasi, jika di kalangan buruh juga mengalami kenaikan. Hal yang mustahil ketika pengusaha menaikkan upah atau gaji pekerja di bagian tertentu saja. Apalagi jika di perusahaan tersebut terdapat karyawan senior atau karyawan dengan keterampilan tertentu.
Setelah menghitung-hitung jumlah biaya kompensasi karyawan yang dikeluarkan, maka pengusaha akan mulai mempertimbangkan keseimbangan antara volume produksi, biaya produksi, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan biaya-biaya lain yang bisa jadi akan turut naik. Sehingga bisa jadi pengusaha tidak bisa menghindari adanya pengurangan laba dari yang diharapkan, atau bahkan merugi. Karena ketika upah buruh naik, maka pemasok (supplier) bahan baku juga secara otomatis akan menaikkan harga bahan baku, karena para pemasok pun pastinya menggunakan tenaga pekerja.
Karena itu, ketika kompensasi karyawan harus dinaikkan maka program penyeimbangan (balancing) harus dilakukan. Seorang wirausaha bisa membuat neraca keseimbangan dalam aktivitas operasional perusahaan di empat titik kritis, yaitu titik input, proses, output, dan outcome, karena jika tidak, maka tidak mustahil perusahaan akan mengalami krisis dan bahkan harus gulung tikar. Di mana pada setiap titik-titik tersebut, pengusaha tidak hanya fokus pada besaran biaya yang dikeluarkan, tetapi juga pada aktivitas dan kualitas aktivitas di dalamnya.
Jadi beberapa hal yang harus dilakukan adalah:
1. Analisis Input (Masukan)
Yang termasuk dalam titik input adalah:
- Tenaga kerja beserta klasifikasinya, meliputi klasifikasi senioritas, keterampilan, kelebihan, kekurangan, kinerja dan prestasi, serta besaran kompensasi yang dikeluarkan untuk setiap klasifikasi tenaga kerja tersebut.
- Bahan baku, meliputi pemasok, kualitas, kelebihan, kekurangan, dan kemudahan perolehan bahan baku tersebut.
- Mesin dan peralatan yang digunakan. Masih bisakah dilakukan efisiensi penggunaan tenaga kerja dengan menggunakan mesin atau peralatan tersebut.
- Waktu kerja. Klasifikasi penggunaan jam kerja, apakah masih bisa ditambah jumlah jam kerja atau apakah bisa dilakukan pemampatan jam kerja.
2. Analisis Proses
Yang termasuk titik proses adalah setiap aktivitas operasional mulai dari memasukkan bahan baku sampai menjadi bahan jadi yang siap untuk dipasarkan. Misalnya, identifikasi bahan baku, pengelompokan bahan baku, pencampuran bahan baku dan bahan penolong, pengolahan bahan baku dan bahan penolong, pengemasan barang jadi, dan transfer barang jadi ke gudang.
Setiap titik penggunaan sumberdaya masukan dalam proses bisa diidentifikasi dengan seksama, sehingga bisa diketahui di bagian mana ditemukan penggunaan sumberdaya yang berlebihan, dan di bagian mana yang masih bisa dimaksimalkan penggunaannya, sehingga masih bisa dilakukan penghematan.
3. Analisis Output
Yang termasuk dalam titik output adalah barang jadi yang dihasilkan. Di sini, klasifikasi bisa dilakukan dengan menghitung jumlah barang cacat, pencapaian target produksi, dan analisis kualitas hasil produksi yang lain. Dengan demikian, akan bisa diketahui dan diperbandingkan antara besaran input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Misalnya, jika ditemukan rasio barang jadi cacat yang tinggi dibandingkan dengan barang yang tidak cacat, maka bisa segera dilakukan penelusuran pada aktivitas dalam proses produksi, baik dilihat dari sisi waktu, sumberdaya manusia, maupun sisi pengawasan, dan lain-lain.
4. Analisis Outcome
Yang termasuk dalam titik ini adalah dampak yang dihasilkan. Outcome bisa dilihat dari sisi target penjualan, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, komplain pelanggan.
Melalui analisis terhadap outcome maka bisa dilihat di bagian mana pengusaha masih bisa melakukan penghematan biaya dan aktivitas.
Dengan mengetahui setiap item, aktivitas, dan besaran biaya yang dikeluarkan pada tiap titik tersebut maka pengusaha akan bisa lebih mudah mengambil keputusan, apakah melakukan minimalisasi atau eliminasi, sehingga bisa diperoleh titik keseimbangan antara input dan output, antara biaya yang dikeluarkan dengan laba yang dihasilkan.
Intinya, seorang enterpreneur yang baik, tidak akan pernah menyerah dengan tantangan. Ketika ada masalah maka akan segera melakukan analisis di titik-titik kritis dalam bisnis. Jika dalam analisis, identifikasi, dan klasifikasi pada setiap titik tersebut ditemukan adanya ketidakseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan capaian kerja yang dihasilkan, maka perusahaan bisa dengan tepat mengambil keputusan apakah setiap sumberdaya (baik aktivitas, biaya, atau tenaga kerja) masih harus dipertahankan atau dieliminasi.
Bahkan, pengusaha bisa menyusun kebijakan yang membuat setiap elemen dalam bisnis, termasuk karyawan, turut berfikir apakah sumberdaya tersebut (baik aktivitas, biaya, atau tenaga kerja) masih diperlukan atau tidak keberadaannya di dalam bisnis. Dengan demikian, semua akan bisa diminimalisasi dan bahkan tereliminasi secara teratur tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi perusahaan.
No comments:
Post a Comment