Beli Roti atau Beli Apartemen Bos? Rame Banget

Surabaya, CocoNotes - Padatnya pengunjung event pemilihan unit Westown View yang diselenggarakan di Grand City Ballroom Level 4 dan Diamond...

Rental Surabaya

November 26, 2012

Ketika UMR Dinaikkan = Peningkatan Kesejahteraan Karyawan?

Kenaikan UMR
Sumber gambar: pewresearch.org
Upaya buruh yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui demo buruh dengan alasan rendahnya nilai upah minimum regional berbuah dikeluarkannya kebijakan peningkatan upah minimum regional di banyak wilayah di Indonesia. Di DKI Jakarta, misalnya, Upah Minimum telah dinaikkan sebesar Rp. 2,2 juta rupiah. Dikeluarkannya kebijakan UMR di wilayah Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta yang baru, Jokowi, ini tentu semakin memicu semangat buruh di wilayah lain untuk melanjutkan aksinya untuk menuntut peningkatan kesekahteraan karyawan melalui peningkatan UMR di tiap provinsi. 
Sebenarnya, ketika UMR dinaikkan maka yang terjadi adalah naiknya juga harga barang-barang, sehingga seolah akan terjadi efek yang sama terhadap buruh. Intinya, ketika pendapatan buruh naik, harga barang juga akan naik, sehingga untuk menutup belanja rumah tangga juga akan tetap sama. Bukankah kenaikan UMR akan berdampak pada kenaikan biaya pokok produksi, dan berdampak pada harga pokok penjualan? Nah, pada akhirnya juga akan berdampak pada peningkatan harga jual kan? Kecuali jika perusahaan harus melakukan efisiensi di sektor pengeluaran lainnya. Di sini tentunya pihak manajemen harus secara terus menerus melakukan upaya untuk menentukan strategi perusahaan yang setepat mungkin agar bisa melakukan efisiensi biaya, tenaga, bahan baku, dan input lainnya yang diperlukan dalam aktivitas operasional perusahaan, karena jika tidak, maka perusahaan tidak akan bisa mencapai efektivitas dan produktivitas, serta pofitabilitas. 
Nah, saat melakukan efisiensi ini, tidak dipungkiri juga, perusahaan juga akan melakukan efisiensi tenaga kerja kan, ya istilahnya perampingan lah, melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Di mana PHK ini bisa juga dilakukan karena perusahaan bangkrut, karena tidak mampu mengantisipasi kenaikan UMR? -- Naiknya UMR sampai 50% itu bukan hal kecil lo? Bukankah pemerintah juga menerapkan kebijakan perampingan jumlah pegawai negeri sipil melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri mengenai Moratorium Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2012, dengan alasan untuk efisiensi, karena anggaran untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS) yang makin menggelembung? --- sekedar diketahui, pada tahun 2012, pemerintah menetapkan implementasi moratorium perekrutan pegawai negeri sipil untuk melakukan penghentian sementara perekrutan pegawai negeri sipil di bidang kelembagaan (selain tenaga guru dan tenaga kesehatan).
Lantas, apakah perusahaan tidak perlu meningkatkan UMR? Tentu saja, ketika pemerintah telah 'ketok palu' atas kebijakan kenaikan UMR maka perusahaan sebagai warga negara yang baik harus mematuhinya. Hanya saja memang harus dipikirkan juga dampaknya. Bukankah pengusaha adalah seorang dengan karakter spesifik yang berjiwa enterpreneur (berjiwa wirausaha), di mana seribu akal bisa dilakukan demi memperoleh profit yang tinggi? Berbicara terkait profit yang tinggi, maka kaitannya adalah dengan besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh pengusaha terhadap pemerintah. Bukankah semakin tinggi laba operasional perusahaan maka makin tinggi pula pajak yang bisa dibayarkan kepada pemerintah, di mana pajak itu digunakan oleh pemerintah untuk kemakmuran rakyat. Nah, andai pajak itu tidak dikorupsi, maka ketika UMR tidak dinaikkan pun rakyat akan tetap makmur dong.
Sumber gambar: trippingontheladder.com
Nah lo, ketika UMR dinaikkan pun, masih ada hal lain yang harus diperhatikan, karena dalam hidup bermasyarakat ini semua saling terkait, dan ternyata masih ada kaitannya dengan korupsi.

No comments:

Post a Comment

CocoGress