Surabaya, CocoNotes - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) benar-benar telah
membuat geram pemirsa televisi di Indonesia. Betapa tidak, KPI seolah melakukan pembiaran terhadap stasiun
televisi swasta besar di Indonesia yang menyiarkan berita pilpres yang bikin
bingung pemirsa.
Penyiaran berita yang mengabaikan netralitas secara tajam
mengombang-ambingkan opini pemirsa. Masing-masing stasiun televisi
membuat realitas berita berdasarkan kepentingan pihak-pihak tertentu
untuk membentuk opini pesanan. Pembentukan realitas pemberitaan yang
sungguh berdampak tajam terhadap dampak opini, ketika opini yang
terlanjur terbentuk ternyata tidak dapat terealisasi.
Tuduh menuduh tindak kecurangan pun mulai disampaikan di media,
mempengaruhi pemirsa yang irrasional dan hanya sekedar menerima
pemberitaan yang disampaikan. Tanpa merasionalisasi berita yang
disampaikan oleh media-media tersebut. Penerimaan masyarakat yang tidak
mampu dan tidak mau merasionalisasi berita tersebut pastinya berdampak
pada kegeraman masyarakat itu sendiri atas berita-berita terkait
kecurangan tersebut.
Oleh karena itu, ketika KPI melakukan pembiaran atas ketidakobyektivan media, masyarakat yang harus rasional dalam menerima berita. Dan tidak turut hanyut dengan arah realitas yang dikonstruksi oleh media.
Oleh karena itu, ketika KPI melakukan pembiaran atas ketidakobyektivan media, masyarakat yang harus rasional dalam menerima berita. Dan tidak turut hanyut dengan arah realitas yang dikonstruksi oleh media.
Pastinya, media yang melakukan hal serupa bukan hanya media televisi, tetapi juga media cetak dan media online lainnya.
Dan, benar, lagu lawas yang dinyanyikan oleh kelompok Nasyida Ria zaman dulu, bahwa: Wartawan adalah ratu dunia. Bila wartawan memuji, dunia ikut memuji. Bila wartawan membenci, dunia ikut membenci ....
Benar pula dalam tuntunan Dinul Islam, sebaiknya bertabayyun sebelum menerima sebuah berita ....
So, jadilah pemirsa cerdas, rasional, agar tidak termakan konstruksi realitas media begitu saja ....
No comments:
Post a Comment